Smansacis Blog
| 
                                   
                                        Jul 23
                                       
                                      
                                        2009
                                       
                                     | 
                                
*(repost dari "Be Negative 2nd Session" haL 23)
What is the meaning of Life?
"Taking pain", said the nail.
"Keeping cool", said the ice.
"Driving hard", said the hammer.
"Being up-to-date", said the caLendar.
"Being sharp", said the knife.
"Making Light around you", said the fire.
"Sticking to it", said the gLue.
"Being bright", said the Lamp.
"Being on time", said the cLock.
"Saving a drop", said the faucet.
and best of aLL, "Learning from it", said the mistake.
| 
                                   
                                        Jul 23
                                       
                                      
                                        2009
                                       
                                     | 
                                
Alfa
                              KotaSantri.com - Hari itu sebagaimana biasa aku pulang sekolah siang hari bolong, bergulat dengan ganasnya aspal jalanan yang dibalut kerikil kecil diatas sepeda bekas ini. Huh mentari rasanya diatas ubun-ubun. Panas menyengat, jikalau kasurku di depan mata rasanya mau pingsan aja.
| 
                                   
                                        Jul 22
                                       
                                      
                                        2009
                                       
                                     | 
                                
Diambil dari Buku : Jilbab Wanita Muslimah, karya Syekh Nashiruddin
sebelumnya hanya ada delapan dalil. Demikian pula, kami menambahkan
                              pada cetakan baru ini sejumlah atsar sahabat yang amat
                              penting yang menunjukkan bahwa wajah dan kedua telapak tangan
                              wanita bukan aurat, bisa pembaca temukan pada hlm. 111-117.
                              Yang lebih penting lagi adalah uraian kami pada hlm. 59-64. Di
                              situ kami jelaskan pandangan cemerlang Ibnu Abbas dan para sahabat
                              lainnya, serta para ahli tafsir yang mengikuti pendapatnya berkait
                              dengan penafsiran firman Allah ta'ala:
                              "...Kecuali yang biasa nampak...." (QS. An-Nur: 31)
                              Beliau berpendapat bahwa yang dimaksud dalam ayat tersebut
                              adalah wajah dan kedua telapak tangan. Maksudnya, kecuali yang
                              biasa tampak berdasarkan izin dan perintah Allah yang membuat
                              syariat. Sehingga sekarang tidak ada lagi ganjalan atau kemusykilan
                              terhadap penafsiran Ibnu Jarir dan Qurthubi, yang telah saya
                              beberkan di situ. Kajilah bahasan tersebut, karena sangat penting!
                              Di situ juga saya jelaskan bahwa pemahaman saya dinukilkan dari
                              pendapat Al-Hafizh Ibnu Al-Qathan Al-Fasi di dalam kitabnya yang
                              berbobot An-Nazhar fiAhkam An-Nazhar. Semua itu adalah berkat
                              usaha pengkajian dan penelitian yang berkesinambungan untuk
                              mendapatkan kebenaran dalam masalah yang diperselisihkan para
                              ulama.
                              Ada juga tambahan lain dalam judul bahasan "Faidah Muhimmah"
                              (hlm 128-131) yang membahas tentang bahaya mengambil wanitawanita
                              kafir menjadi pembantu di rumah-rumah kaum muslimin.
                              Ada juga tambahan lainnya (pada hlm 135-136) yang membahas
                              masalah warna-warna pakaian wanita yang oleh sebagian kaum
                              wanita dianggap sebagai perhiasan, padahal bukan, dengan menyertakan
                              dalil-dalil yang berkaitan dengannya.
                              Banyak lagi tambahan-tambahan lain, panjang lebar maupun
                              ringkas, yang bisa pembaca temukan di berbagai halaman di dalam
                              kitab ini untuk menopang keilmiahan pembahasan.
                              Hal lain yang perlu saya sampaikan, bahwa ada beberapa pembahasan
                              yang pada cetakan-cetakan sebelumnya saya masukkan ke
                              10—Jilbab Wanita Muslimah
                              dalam catatan kaki, namun pada cetakan yang baru ini saya masukkan
                              ke dalam bahasan pokok, karena pentingnya masalah tersebut. Misalnya,
                              pembahasan yang ada pada hlm. 85-90 dalam judul "Ibthalu
                              Da'wa Anna Hadzihi Al-Adillah Kullaha Kanat Qabla Fardhiyati Al-
                              Hijab" (Bantahan terhadap Anggapan bahwa Dalil-dalil Ini Berlaku
                              Sebelum Diwajibkannya Jilbab); dan juga pembahasan-pembahasan
                              lain.
                              Sudan sejak beberapa tahun yang lalu -mungkin sekitar dua
                              tahun- saya menulis mukadimah untuk cetakan baru ini. Di sela-sela
                              mengerjakan itu, terpaksa saya perlu menyanggah beberapa ulama
                              yang mengkritik kitab saya ini, khususnya pendapat saya bahwa wajah
                              dan telapak tangan bukan aurat, di mana mereka mengkritik saya
                              dengan kritikan yang tidak ilmiah, bahkan diiringi dengan kecaman,
                              seakan-akan saya membela pendapat saya dengan hawa nafsu saja,
                              dan tidak ada ulama salaf yang berpendapat demikian! Saya sanggah
                              pendapat-pendapat mereka itu dengan memaparkan dalil-dalil dan
                              bantahan-bantahan mereka, serta mengulas alasan-alasan mereka satu
                              persatu. Secara khusus, saya bantah pendapat Syaikh Tuwaijiri dalam
                              kitabnya Ash-Sharim Al-Masyhur, karena dialah tokoh yang paling
                              menonjol di antara mereka. Terkadang saya bantah mereka dengan
                              bantahan secara umum saja, yaitu bila dalil yang ada cukup jelas,
                              tanpa ada kesamaran dan kekaburan. Begitulah seterusnya, sampai
                              akhirnya tak terasa saya telah mengumpulkan lebih dari seratus
                              halaman dalam ukuran besar dengan tulisan tangan. Artinya, bila
                              tulisan itu saya lengkapi, kemudian saya susun (sedemikian rupa
                              menjadi sebuah buku), niscaya ukurannya hampir sama dengan
                              ukuran kitab ini, atau bahkan lebih. Dengan demikian,
                              memasukkan kumpulan tulisan bantahan tersebut ke dalam judul
                              "Mukadimah Cetakan Baru Kitab Ini" kurang pas dipandang dari
                              berbagai alasan. Salah satu di antara alasan-alasan tersebut adalah
                              karena ukuran kitab ini nantinya akan menjadi terlalu tebal. Alasan
                              lainnya, dan ini yang terpenting, adalah karena tulisan tersebut
                              merupakan pembahasan spesifik saya. Karena itu, setelah berpikir dan
                              mempertimbangkan segala sesuatunya akhirnya saya putuskan untuk
                              tidak memasukkan tulisan saya tadi ke dalam mukadimah buku ini,
                              dan akan saya terbitkan dalam buku tersendiri. Harapan saya
                              dengan menjadi satu kitab tersendiri seperti
                              Jilbab Wanita Muslimah — 11
                              itu nantinya tulisan tersebut bisa menjadi penerang bagi orang banyak,
                              dan barangkali, insya Allah, akan lebih bermanfaat serta lebih mudah
                              untuk disebarluaskan. Kitab tersebut saya beri judul: Ar-Radd Al-
                              Mufhim 'Ala Man Khalafa Al-'Ulama wa Tasyaddada wa Ta'ashshaba
                              wa Alzama AI-Mar-ah Ah-Tastura Wajhaha wa Kaffaiha wa
                              Aujaba wa Lam Yaqna bi Qaulihim: Innahu Sunnah wa Mustahab
                              (Jawaban Juntas terhadap Mereka yang Menyelisihi Para Ulama,
                              Bersikap Keras dan Fanatik, serta Mewajibkan Wanita Menutup
                              Wajah dan Kedua Telapak Tangannya, dan Tidak Puas dengan
                              Perkataan Mereka: Sesungguhnya Menutup Wajah dan Kedua
                              Telapak Itu Hukumnya Sunnah dan Mustahab Saja).
                              Tetapi saya pikir, saya harus menjelaskan, meskipun secara
                              ringkas, pokok-pokok kesalahan mereka yang menyelisihi pendapat
                              para ulama dan bersikap keras tersebut.
                              Pertama. Mereka menafsirkan kata      dalam firman Allah surat
                              Al-Ahzab ayat 59 dengan: 'menutup wajah'. Penafsiran ini bertentangan
                              dengan arti asal kata tersebut secara bahasa, yaitu: 'mendekatkan',
                              sebagaimana disebutkan di dalam kitab Lughah dan disebutkan
                              pula oleh Al-'Allamah Ar-Raghib Al-Ashbahani di dalam kitab Al-
                              Mufradat, di mana di situ dia berkata:    
                              , artinya: 'saya
                              mendekatkan dua hal satu sama lain/ Kemudian dia menyebutkan
                              ayat "jiIbab" tersebut, lalu mengemukakan hujjahnya yang sangat jitu,
                              yaitu bahwa Ibnu Abbas yang dikenal sebagai "turjumanul qur'an"
                              (penerjemah Al-Qur'an) saja menafsirkan seperti itu. Ibnu Abbas
                              berkata, "Para wanita mendekatkan jilbab ke wajahnya, yang dimaksud
                              adalah bukan menutupkannya."
                              Penjelasan tentang derajat sanad dari riwayat Ibnu Abbas ini akan
                              disebutkan nanti. Dan, riwayat-riwayat dari Ibnu Abbas juga yang
                              bertentangan dengan pernyataannya di atas yang dikemukakan
                              oleh mereka tidaklah shahih.
                              Kedua. Mereka menafsirkan kata jilbab dengan: 'kain yang menutup
                              wajah'. Ini tidak ada rujukannya dari segi bahasa, bahkan juga
                              bertentangan dengan penafsiran para ulama bahwa jilbab adalah
                              'kain yang dipakai oleh wanita di atas khiamya', bukan menutup di
                              atas wajahnya. Bahkan, syaikh At-Tuwaijiri sendiri mengutip
                              penafsiran
                              12—Jilbab Wcmita Muslimah
                              ini dari Ibnu Mas'ud dan ulama salaf lainnya. Penafsiran seperti itulah
                              yang saya kemukakan nanti di dalam kitab ini pada hlm 96-97.
                              Ketiga. Mereka bersikeras bahwa khimar adalah 'penutup kepala
                              dan wajah'. Mereka menambah kata 'wajah' pada penafsiran mereka,
                              agar mereka bisa menjadikan ayat:
                              "Hendaklah mereka menutupkan khimar-khimar mereka ke dadanya."(
                              QS.An-Nur: 31)
                              sebagai hujjah yang menguatkan pendapat mereka, padahal sebenarnya
                              justru melemahkannya. Sebab, secara bahasa, khimar berarti
                              'tutup kepala' saja. Pengertian inilah yang dimaksudkan setiap kali
                              kata khimar ini disebut secara mutlak di dalam As-Sunnah, seperti
                              hadits-hadits tentang mengusap khimar dan sabda Nabi M-
                              "Allah tidak akan menerima shalat wanita yang sudah pernah haidh
                              kecuali dengan memakai khimar. "2
                              Bahkan, hadits ini menegaskan kesalahan penafsiran mereka.
                              Sebab, orang-orang yang bersikeras itu sendiri pun -apalagi para
                              ulama— tidak menjadikan hadits ini sebagai dalil disyariatkannya
                              menutup wajah bagi seorang wanita di dalam shalat, melainkan
                              sekedar kepala saja. Maka, tanyakanlah kepada mereka kalau mereka
                              bisa berbicara!
                              Yang lebih tegas lagi adalah penafsiran mereka terhadap firman
                              Allah:
                              "... untuk menanggalkam pakaian mereka."
                              Mereka menafsirkan kata 'pakaian' pada ayat di atas dengan
                              jilbab. Mereka mengatakan, "Seorang wanita tua yang telah
                              mengalami monopause diperbolehkan menampakkan khimar
                              mereka
                              2. Penjelasan tentang sanad hadits ini akan disampaikan kemudian.
                              Jilbab Wcmita Muslimah— 13
                              dengan membuka wajah mereka di hadapan laki-laki asing (yang
                              bukan mahramnya). Penafsiran semacam ini dikemukakan oleh salah
                              seorang ulama yang disegani di kalangan mereka. Adapun syaikh
                              Tuwaijiri hanya mengisyaratkan saja. Dia tidak menyatakannya secara
                              tegas. Ini dijelaskan di dalam kitab Ar-RaddAl-Mufhlm
                              Saya teiah memeriksa pendapat para ulama salaf maupun khalaf,
                              pada spesifikasinya masing-masing, saya dapati mereka telah bersepakat
                              bahwa khimar adalah 'tutup kepala'. Saya catat ada lebih
                              dari dua puluh nama ulama, yang mereka adalah para imam dan
                              hafizh. Di antara mereka ada Abul Walid Al-Baji (wafat 474 H.).
                              Bahkan, beliau menambahkan keterangan tentang hal ini, semoga
                              Allah membalas dia dengan kebaikan, dengan perkataannya: 'Tidak
                              ada yang nampak darinya, kecuali lingkaran wajahnya."
                              Keempat. Syaikh Tuwaijiri mengklaim adanya ijma' ulama, bahwa
                              wajah wanita adalah aurat, dan banyak orang-orang yang tidak
                              berilmu bertaklid kepada pendapatnya, bahkan, di antara mereka ada
                              yang bertitel doktor! Klaim ini tidaklah benar, dan tidak ada satu pun
                              ulama sebelumnya yang menyatakan seperti itu. Kitab-kitab madzhab
                              Hanbali, yang dia pelajari, apalagi kitab-kitab lainnya, cukup menunjukkan
                              kesalahan klaim tersebut. Di dalam kitab Ar-Radd
                              tersebut, saya telah menyebutkan banyak ucapan ulama madzhab
                              Hanbali, misalnya adalah ucapan Ibnu'Hubairah Al-Hanbali di dalam
                              kitabnya Al-lfshah. Di sana disebutkan bahwa tiga imam madzhab
                              berpendapat bahwa wajah bukan termasuk aurat. Dia sendiri
                              berkata, "Tentang hal ini juga ada riwayat dari Imam Ahmad."
                              Banyak ulama madzhab Hanbali yang menguatkan riwayat ini
                              dalam tulisan-tulisan mereka, seperti Ibnu Qudamah dan lain-lainnya.
                              Penulis kitab Al-Mughni, (yakni Ibnu Qudamah Pen.) mengemukakan
                              alasan pendapat tersebut dengan perkataannya, "Karena kebutuhan
                              menuntut dibukanya wajah untuk jual beli dan kedua telapak
                              tangan untuk mengambil dan memberi."
                              Dan ulama lainnya yang berpendapat seperti itu adalah Al-
                              'Allamah Ibnu Muflih Al-Hanbali. Beliau ini dikomentari oleh Ibnul
                              Qayyim Al-Jauziyah: "Saya tidak tahu, di bawah kolong langit ini,
                              ada orang yang lebih tahu tentang madzhab Hanbali daripada Ibnu
                              14 — Jilbab Wanita Muslimah
                              Muflih." Sedangkan Ibnu Taimiyah mengomentarinya, "Kamu ini
                              bukan Ibnu Muflih (anak orang yang beruntung), tetapi kamu ini
                              Muflih (orang yang beruntung)."
                              Di sini saya pikir harus menyampaikan perkataan "orang yang
                              beruntung" ini kepada pembaca, karena mengandung banyak pengetahuan
                              dan faedah, di antaranya menegaskan kesalahan klaim Syaikh
                              Tuwaijiri. Dan pendapat dia itu sesuai dengan perkataan ulama lain
                              yang saya pilih sebagai pendapat saya dalam masalah ini.
                              Di dalam kitabnya yang sangat berharga Al-Adab Asy-
                              Syar’iyyah, dimana kitab ini juga merupakan salah satu rujukan
                              Syaikh Tuwaijiri, sehingga menjadi pertanda bahwa sebenarnya dia
                              itu mengetahui hakekat persoalan, namun dia berusaha menutupnutupi
                              kebenaran ilmiah ini kepada para pembaca kitabnya, lalu
                              mengeluarkan klaim yang bertentangan dengan kebenaran itu!- Ibnu
                              Muflih rahimahullah berkata: "Bolehkah melarang wanita-wanita
                              ajnabiyah membuka wajah-wajah mereka di jalan umum? Jawaban
                              terhadap pertanyaan ini terpulang pada pertanyaan, Apakah wanita
                              itu berkewajiban menutup wajahnya ataukah kaum laki-laki yang
                              berkewajiban menundukkan pandangan darinya? Memang, dalam
                              masalah ini ada dua pendapat. Qadhi 'lyadh rahimahullah berkata
                              berkait dengan hadits yang diriwayatkan dari Jabir ., dia berkata:
                              "Saya pernah bertanya kepada Rasulullah tentang pandangan
                              yang selintas saja. Maka, beliau memerintahkanku untuk
                              memalingkan pandangan." Hadits ini diriwayatkan oleh Muslim3.
                              Para ulama rahimahumullah berkata, "Di dalam hadits ini
                              terkandung dalil bahwa wanita tidak berkewajiban menutup
                              wajahnya di jalan. Hukum wanita menutup wajah hanyalah sunnah
                              saja, dan menjadi kewajiban laki-laki untuk menundukkan
                              pandangannya dari melihat wanita, dalam keadaan apa pun, kecuali
                              untuk tujuan syar'i. Ini disebutkan oleh Syaikh Muhyiddin An-Nawawi
                              tanpa komentar apa pun dari dia.
                              Kemudian Ibnu Muflih menyebut perkataan Ibnu Taimiyah yang
                              dijadikan sandaran oleh Syaikh At-Tuwaijiri di dalam kitabnya (hlm.
                              170) yang berpura-pura tidak tahu adanya pendapat jumhur ulama,
                              3. Hadits ini akan dijelaskan sanadnya di belakang.
                              Jilbab Wanita Muslimah— 15
                              Pendapat Qadhi 'lyadh dan persetujuan Nawawi terhadap
                              pendapat mereka.
                              Ibnu Muflih menambahkan, "Oleh karena itu, apakah diperbolehkan
                              untuk mengingkari? Jawabnya tentu sesuai dengan kaidah yang
                              berlaku dalam urusan khilaf, di mana sama-sama kita ketahui bahwa
                              masalah ini adalah termasuk masalah khilafiyah. Adapun menurut
                              pendapat kami dan pendapat sejumlah ulama madzhab syafi'i dan
                              Iain-Iain, memandang wanita ajnabiyah adalah diperbolehkan sepanjang
                              tidak disertai syahwat dan tidak dalam keadaan khalwat
                              (berduaan saja Pen.); karena itu, tidak selayaknya diingkari."4
                              Saya katakan: Jawaban ini sangat-sangat sesuai dengan perkataan
                              Imam Ahmad rahimahullah, "Tidak selayaknya seorang fakih itu
                              memaksa orang-orang untuk mengikuti pendapatnya."
| 
                                   
                                        Jul 07
                                       
                                      
                                        2009
                                       
                                     | 
                                
Before using the facilities in E-mail is in my first we must have an account on how to register with the first. The steps are as follows:
1. Sign in Google or Yahoo
Click
- browser Internet Explorer or Netscape Communicator
 - Type the desired address http://mail.yahoo.com
 - then click on SIGN UP NOW
 - When you open the next screen you can fill out a form that was available
 - Then fill the form after Submit Click THIS FORM
 
| 
                                   
                                        Jul 07
                                       
                                      
                                        2009
                                       
                                     | 
                                
1. What is Mailing List
Mailing list is one of the internet facility to discuss via email, discussion group mailing list and there are many divided into 2 categories:
1. Based on the topic, topics, mailing lists from a wide range of hobby to keep the fish on NASA research, mailing list is usually open to umm.
2. Based on certain groups, such as a mailing list Linux-Medan, HMI, Alumni-BiNus, KAMMI,
PK-Sejahtera, PAN,, PEMA, BEM, etc.. Usually this mailing list is closed, or only to members only.
